jangan babisabisa mun kada tahu


Rabu, 10 Agustus 2011

ARUH SASTRA DI BARABAI PERLU ANGKAT HASANAH LOKAL


Oleh: Hamami Adaby
(Penulis Puisi, Cerpen, sesekali naskah Film/Mamanda, tinggal di Banjarbaru)

Aruh Sastra VII yang telah berlangsung di Tanjung sudah lulus dari jerat tanggung jawab sebagai pelaksana seperti halnya daerah lainnya; Kandangan, Amuntai, Balangan, Marabahan. Begitu juga di daerah; Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Tanjung, yang penulis secara langsung ikut sebagai peserta termasuk dalam rombongan Kota Banjarbaru.

Ketujuh daerah di atas yang disebutkan telah berhasil melaksanakan hajat haulan aruh sastra, yang kalau kita maknai kata aruh yang berarti menjamu besar-besaran para undangan yang datang dari daerah-daerah ke tempat haulan tersebut. Di mana tersedia fasilitas penginapan; rumah-rumah atau gedung sekolah, dengan alas kepala tidur seadanya dan berkelompok sampai 25 orang dalam satu ruangan, yang sudah menjadi biasa, hingga semalaman melek tidur sejenak.

Membaca catatan Ali Syamsudin Arsi mengenai Aruh Sastra Tanjung 26 – 28 November 2010 (Radar Banjarmasin, 5 Desember 2010: 5), cukup menggelitik sekaligus mengetuk pintu hati seniman/sastrawan untuk turut urun rembug menyongsong aruh sastra berikutnya, dalam tulisan tersebut dapat ditarik satu kesimpulan yang menarik tentang gambaran keberhasilan atau tidaknya pengelolaan acara aruh sastra dalam pelaksanaannya.
Ada beda-beda tipis dalam acara yang pernah dilaksanakan sebelumnya, gelar puisi spontan dari peserta dari antologi, lomba teater ditandingkan, seperti di Tanjung sebelum aruh bermula didahului dengan lomba menulis puisi dan cerpen bahasa Banjar yang kemudian hasilnya dibukukan dalam antologi yang menjadi cenderamata bagi masing-masing peserta.

Aruh Sastra Tanjung menampilkan seni tradisional dengan lomba basyair dan madihin, salut jempol buat panitia dalam gelar tersebut yang dilaksanakan di Taman Tanjung malam Sabtu 26 November 2010 sekaligus sebagai acara pembukaan aruh sastra oleh Bupati Tabalong H. Rachman Ramsyi serta sambutan gubernur yang disampaikan Kabid Kebudayaan dan Kesenian mewakili Kadis Porbudpar Provinsi Kalsel (Yusirwan Bangsawan), suasana malam cukup mendukung hingga berakhir sukses.

Meskipun pada gelar baca puisi siang hari di tempat sama kurang mendapatkan perhatian karena situasi tak mendukung, yang semestinya lebih bagus dan elok pada malam hari, ditambah dengan kejaran waktu karena ada seminar Kesenian, Bahasa Banjar dan Sastra Daerah yang juga dilaksanakan secara bersamaan.

Dari pelaksanaan ketujuh daerah tersebut perlu kita catat, bahwa aruh sastra harus memberi nilai tambah pada daerah yang menjadi tempat pelaksanaannya; seperti dalam pariwisata yang diharapkan berkembang, menggali cerita rakyat yang tumbuh berakar di masyarakat, dan menghidupkan kesenian tradisional, basyair, mamanda, lamut, madihin, dan lainnya.

Sebelum hari H acara pelaksanaan, seperti Aruh Sastra VII Tanjung melaksanakan lomba tulis puisi dan cerpen bahasa banjar, yang juga seharusnya diikuti agar bagaimana cerita rakyat terangkat kepermukaan, mengenalkan sastra ke sekolah dasar dan menengah sebagai sosialisasi dalam rangka menyambut aruh sastra yang dilaksanakan di kota mereka, namun sampai hari ini masih stagnan merangkak jalan di tempat atau sebagaimana ungkapan Ali Syamsudin Arsi, “seberapa besar antusias peserta didik dalam “bersastra” atau sejauh mana motivasi guru terlibat dan disampaikan ke peserta didik”, mari kita sama-sama memaknainya agar ke depan aruh sastra dapat menjadi kebanggaan seluruh masyarakat yang menjadi tempat pelaksanaannya..
Atau paling tidak 1 (satu) atau 2 (dua) bulan sebelum hari H pelaksanaan mulai gencar dalam menyambut gebyar aruh sastra dan diharapkan setelah selesai aruh kegiatan terus dilaksanakan mungkin secara berkala 3 bulan sekali penampilan ringan, diskusi sastra, gelar sastra, gelar teater baik modern maupun tradisional, temporer hingga generasi muda merasa terpanggil untuk melestarikan kesenian tradisional dan membangkitkan daya cipta dan membuat karya.

Satu hal yang harus saya lontarkan pada panitia terutama pada aruh yang akan datang, khususnya Kota Barabai, diharapkan tidak terulang lagi peserta atau rombongan tiap kabupaten seperti terisolasi, terkurung dalam ruang hampa, komunikasi verbal terputus seperti asing satu kelompok dengan kelompok lain, tak saling bersapa, namun dapat diarahkan dalam suasana face to face comunication agar tercipta suasana yang penuh keakraban dan terjadinya pertukaran ide dan gagasan dengan santai. Hal ini sebenarnya bisa teratasi dengan satu jamuan, makan bersama (presmanan sederhana) di suatu tempat (gedung/ruang) yang dapat menampung atau di lapangan terbuka (taman), paling tidak satu kali dalam acara makan pagi atau siang.

Begitu juga dalam hal penerimaan tamu, pelaksanaan aruh berikutnya harus memikirkan bagaimana setelah lapor sekretariat panitia harus ada pemandu ke lokasi inap, paling tidak ada bagian penyambut tamu supaya tak terjadi benturan, disiapkan pemandu khusus, masing-masing kabupaten didampingi minimal 1 (satu) pemandu.

Tentu untuk mencapai klimaks, akuratisasinya perlu didukung dana memadai daerah masing-masing, jauh sebelum hari H, fasilitas anggaran sudah turun jelas agar planning ke depan bisa terlaksana dengan lancar, juga transparansi panitia yang menyangkut planning, organizing, actuiting dan controlling berjalan dengan semestinya.

Saya garis bawahi dari ketujuh daerah yang telah lulus uji materi aruh sastra sangat bervariabel tingkat akuratisasinya, di sana-sini perlu dibenahi bersama. Aruh Sastra VII Tabalong patut diapresiasi, terutama salut buat Lilis MD (dra.) dan sekretaris Bambang Rukmana yang telah kerja keras bersama jajarannya hingga berakhir selamat dalam pelaksanaan aruh sastra di Tanjung.

Aruh sastra VIII tahun 2011 yang akan dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Barabai, kota apam, harapan saya harapan kita semua, Barabai pasti mampu berinovasi, berdikari, dan mandiri mencari sisi-sisi tepi yang harus diangkat ke permukaan jadi trade mark, harapan kita bersama setelah terbentuknya kepanitiaan bekerja semaksimal mengayomi teman-teman menuju perhelatan akbar ini, apakah mau seperti Jambi dalam pelaksanaan Temu Sastrawan Indonesia atau menjadi diri sendiri. Pilihlah menjadi diri sendiri! Mengangkat hasanah lokal; Barabai. Vita brevis ars longe.





Tidak ada komentar: