jangan babisabisa mun kada tahu


Rabu, 10 Agustus 2011

BANUA YANG PERLU DISANGGAR ULANG (Catatan untuk Dewan Juri Lomba Cerpen Berbahasa Banjar Pasca Aruh Sastra Kalsel VII 2010 di Tanjung)


Oleh: Tajuddin Noor Ganie

Pelaksanaan Aruh Sastra VII 2010 Tabalong dapat dikatakan telah sukses dilaksanakan, namun ada hal yang membuat sobekan yang sebenarnya sangat berat berupa dugaan plagiat salah satu dari cerpen nominasi Lomba Cerpen Bahasa Banjar. Dugaan ini tergambar dengan jelas dalam tulisan Tajuddin Noor Ganie (TNG), Banua yang Perlu Disanggar Ulang (Media Kalimantan, 6 Desember 2010: B5). Hasil perbandingan dari 7 kutipan yang dikemukakan dalam tulisan itu, sebenarnya lebih cenderung sebagai plagiat dan sepakat dengan apa yang dikemukakan Micky Hidayat (Media Kalimantan, 11 Desember 2010: B5) bahwa jika kemiripan hampir satu alenia tentu bukan kebetulan.

Dalam kasus dugaan plagiat, apalagi dalam bahasa Banjar di mana jumlah cerpen yang dipublikasikan masih sangat sedikit, sebenarnya mempertanyakan kompetensi dan keseriusan dewan juri. Jika dugaan plagiat ini terbukti, maka berpengaruh pada penilaian dewan juri pada cerpen peserta lomba yang lainnya, karena dewan juri dapat dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang cukup sebagai ukuran penilaiannya. Dalam buku Bunga Rampai Puisi dan Cerita Pendek Bahasa Banjar, Manyanggar Banua (2010) terdapat catatan dewan juri, yang salah satunya adanya penilaian terhadap cerpen yang dianggap sebagai cerpen yang ditulis dalam bahasa tertentu lalu dialihbahasakan ke bahasa Banjar, yang memperlihatkan keseriusan dewan juri dalam memperhatikan cerpen peserta lomba, namun ternyata yang lebih penting yang berkenaan dengan plagiat kada taitihi.

Berdasarkan tulisan TNG, sudah seharusnya dewan juri melakukan klarifikasi dengan penulis cerpen tersebut dengan melihat cerpen pembandingnya. Jika hasilnya sesuai dengan dugaan TNG, maka dewan juri harus melakukan tindakan yang semestinya. Apa yang telah dituliskan TNG di media massa telah masuk dalam ruang publik, yang harus mendapatkan tanggapan yang seharusnya. Pertemuan antara TNG dengan pengarang cerpen dan dewan juri (Media Kalimantan, 10 Desember 2010: B5) tidak perlu dilakukan, karena TNG tidak mempunyai wewenang dalam memutuskan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh dewan juri. Hal ini juga bukan persoalan antara TNG dengan pengarang cerpen tersebut ataupun dewan juri. Tulisan TNG dapat dijadikan bahan dalam melakukan klarifikasi, dan sebagai pelajaran bagi siapa saja untuk tidak melakukan plagiat dalam berkarya.

Dalam keterangan yang dikemukakan salah satu juri cerpen dalam menanggapi dugaan keserupaan cerpen Kada Bakasudahan dengan cerpen Karindangan (Media Kalimantan, 9 Desember 2010: B5), bahwa meraka mempunyai keterbatasan waktu dan kurangnya data atau buku yang dapat dijadikan pembanding untuk melakukan klarifikasi cerpen yang meragukan tersebut, sehingga cenderung hanya berdasarkan cerpen dari peserta, dan karena menurut juri kualitas tulisan cerpen tersebut memang bagus dan layak mendapatkan nominasi. Di sini sebenarnya secara tidak langsung menggambarkan bahwa dewan juri tidak layak dan tidak serius mengemban amanah. Karena, cerpen yang berbahasa Banjar masih sangat sedikit, apalagi yang sudah dipublikasikan seperti dalam bentuk buku kompilasi yang dapat dihitung dengan jari. Salah satu buku tersebut adalah yang dikarang salah satu juri, lalu buku kompilasi yang dikemukakan TNG, sehingga apabila dewan juri merasa kekurangan data sama saja mengatakan bahwa dewan juri tidak berkompeten menjadi juri. Jika cerpen yang dilombakan dalam bahasa Indonesia, alasan di atas masih bisa diterima karena begitu banyaknya cerpen yang telah diterbitkan.

Di samping itu, sebagai dewan juri yang menemui sesuatu yang meragukan sepatutnya mencari tahu tentang keraguan tersebut, hal ini sangat memungkinkan karena publikasi cerpen berbahasa Banjar masih sangat terbatas. Dewan juri dalam melakukan penilaian terhadap cerpen peserta lomba, seharusnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang cerpen berbahasa Banjar, setidaknya mereka sudah pernah membaca cerpen berbahasa Banjar yang pernah dipublikasikan seperti Kompilasi Naskah Cerpen Bahasa Banjar (Taman Budaya Kalsel, 2004) atau buku lainnya. Seandainya, cerpen peserta lomba Aruh Sastra tersebut plagiat dari cerpen yang tidak pernah dipublikasikan, maka hal seperti ini dapat dimaklumi.

Dugaan tindakan plagiat dari salah satu nominasi Lomba Cerpen Bahasa Banjar, yang jika hal ini benar berimplikasi pada penilaian dewa juri keseluruhan, karena cerpen bahasa Banjar yang dipublikasikan masih terlalu sedikit sehingga terlihat dewan juri tidak mempunyai kompetensi yang memadai. Hal ini akan merembet pada penilaian nominasi cerpen-cerpen yang lainnya, meskipun keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat namun kasus ini memperlihatkan keputusan yang tidak dapat diganggu gugat tersebut terlalu lemah dan berasal dari orang-orang yang tidak berkompeten. Oleh karena itu, dewan juri harus secepatnya melakukan klarifikasi secara serius terhadap dugaan itu, dan melakukan tindakan yang seharusnya.
(Media Kalimantan, 12 Desember 2010: C3)





Tidak ada komentar: